Kaharingan, agama tradisional suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, menyimpan kekayaan filosofis yang dalam dalam simbolisme Batang Garing, atau pohon kehidupan. Sebelumnya dikenal sebagai agama Helo atau Huran, istilah Kaharingan diperkenalkan pada 1944 oleh Tjilik Riwut, menggambarkan esensi agama sebagai kehidupan itu sendiri.
Menurut kepercayaan Kaharingan, alam semesta diciptakan oleh Ranying Hatalla, yang bersama dengan istrinya, Jata Balawang Bulau, bersepakat untuk menciptakan dunia dan isinya. Proses penciptaan dimulai dengan penciptaan Batang Garing, sebuah pohon kehidupan yang menjadi asal-usul manusia, hewan, logam mineral, dan unsur alam lainnya.
Batang Garing, atau Batang Haring, menjadi simbol utama dalam tradisi dan kepercayaan Kaharingan. Dalam bentuk pohon dengan ornamen khasnya, Batang Garing mengandung kisah penciptaan, relasi antara alam atas dan bawah, serta tanggung jawab manusia kepada pencipta dan alam. Filosofi Batang Garing ini diturunkan secara lisan dan kemudian dimaktubkan di dalam kitab suci Panaturan.
Pohon ini memiliki bentuk seperti tombak menengadah dengan dahan bersulur di kanan-kirinya. Mata tombak di puncak melambangkan kepercayaan kepada Ranying Hatalla Langit sebagai sumber kehidupan. Pada dahan-dahannya terdapat intan yang menghadap ke atas dan ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia dan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan. Daun-daunnya melambangkan ekor burung tingang, yang dalam mitologi Dayak, melambangkan pertempuran sucinya yang mengakibatkan kehancuran dan penciptaan baru.
Bagian bawah Batang Garing berisi guci atau belanga berisi air suci yang melambangkan dunia bawah, sementara pohon itu sendiri bertumpu pada sebuah alas yang menggambarkan Pulau Batu Nindan Tarung, tempat kediaman nenek moyang manusia. Simbolisme ini mengingatkan bahwa dunia ini hanya tempat sementara bagi manusia, sementara tanah air sejati mereka ada di dunia atas, Lewu Tatau.
Dalam kepercayaan Dayak Ngaju, alam semesta memiliki dua kekuatan yang bertentangan, tetapi benturan keduanya akan menciptakan kehidupan baru. Meskipun terdapat dua kekuasaan utama, dalam hakikatnya keduanya adalah satu. Jata Balawang Bulau, pasangan Ranying Mahatalla Langit, sebenarnya adalah bayangan dari Ranying Hatalla, menyatakan bahwa keduanya merupakan dwitunggal yang membentuk satu kesatuan. Keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan tercermin dalam simbolisme Batang Garing.
Dari kisah Batang Garing, kita dapat memahami bahwa dalam kehidupan, terdapat kekuatan yang bertentangan namun saling melengkapi. Kesadaran akan keseimbangan dan hubungan yang harmonis dengan alam serta pencipta adalah inti dari kepercayaan Kaharingan suku Dayak Ngaju.